Judul
buku
: Pulang
Penulis
:
Tere Liye
Editor
: Triana Rahmawati
Penerbit
:
Republika Penerbit
Tebal
buku
: iv + 400 hal. ; 13.5 x 20.5 cm
Tempat
terbit : Jakarta
Tahun
terbit : November 2015 cetakan VIII
ISBN: 9786020822129
ISBN: 9786020822129
Sebuah
kisah tentang perjalanan pulang, melalui pertarungan demi pertarungan, untuk
memeluk erat semua kebencian dan rasa sakit. Pulang adalah satu kata yang biasa
diartikan kembali pada tempat terakhir setelah merasa lelah, butuh tempat istirahat
dan penenang jiwa setelah semua urusan telah selesai. Pulang juga biasa
diartikan kembalinya diri pada tempat perlindungan yang lebih ketika diri mulai
merasa tidak aman, butuh bantuan dan tempat istirahat yang nyaman. Sama halnya
dengan novel terbaru
Tere Liye tahun ini, kembali pada tempat terakhir setelah merasa lelah, butuh
tempat istirahat dan penenang jiwa setelah semua urusan telah selesai. Namun,
kali ini bukanlah pulang dengan perjalanan seperti pada umumnya. Sebab pulang
kali ini adalah petualangan yang sangat berkesan melewati pertarungan demi
pertarungan, melalui kejutan demi kejutan.
Namanya
Bujang, anak berusia lima belas tahun
yang sama dengan anak-anak seusianya.
Lahir dan besar di kampung pedalaman Sumatra, atas didikkan yang keras dan
lembut dari bapak-mamaknya. Bapaknya bernama Samad, seorang mantan jagal
tersohor yang meninggalkan masa lalu hitamnya. Mamaknya sendiri bernama Midah,
seorang keturunan pemuka agama. Bujang sama dengan anak-anak di kampungnya, senang bermain di hutan,
berjahil dan selalu ingin tahu pembicaraan orang dewasa . Dididik membaca,
berhitung, mengaji, azan dan sholat juga lain sebagainya. Namun satu hal yang
membuat Bujang amat berbeda dengan anak-anak seusianya. Bujang tidak takut. Jika setiap
manusia memiliki lima emosi, yaitu bahagia, sedih, takut, jijik, dan marah .
Bujang hanya memiliki empat emosi, Bujang tidak punya rasa takut. Semuanya
bermula saat Tauke Muda menginjakkan kakinya di tanah kelahiran Bujang. Tauke
Muda datang dengan satu rombongannya, datang dari kota untuk melakukan perburuan
besar-besaran. Mereka akan memburu babi hutan yang akhir-akhir ini berhasil meresahkan
warga.
Sorenya,
atas izin bapak dan mamaknya–yang sedikit tidak rela, Bujang ikut satu
rombongan Tauke Muda ke hutan. Mereka akan melakukan perburuan besar-besaran
yang sudah direncanakan jauh-jauh hari. Seperti pesan mamaknya, Bujang hanya
boleh menonton perburuan di hutan, tidak diizinkan lebih seperti ikut melawan
babi-babi hutan. Dengan membawa tombak dari kayu trembesi dengan ujung logam
tajam yang dipinjamkan bapaknya, Bujang akhirnya berangkat. Mulai mendaki
lereng, melewati jalanan setapak, menuju jantung rimba Sumatra. Persis malam
itu, pada puncak perburuan. Dada Bujang telah dibelah, rasa takut telah dikeluarkan
dari sana. Malam itu juga Bujang menyadari, warisan leluhurnya yang
menakjubkan, bahwa dia tidak mengenal lagi rasa takut. Esoknya Tauke Muda meminta izin
membawa Bujang ke kota, dengan berat
hati sang mamak harus merelakan kepergian Bujang ke kota, ikut dengan rombongan
Tauke Muda. Mamaknya sekali lagi berpesan, Bujang harus menjaga perutnya dari
daging babi dan tuak juga segala macam makanan-minuman haram. Setelah mendapat
izin dari bapak dan mamaknya, berangkatlah Bujang ke kota bersama rombongan
Tauke Muda.
Sampai
di kota Bujang dilayani dengan sangat terhormat. Dia diangkat sebagai anak
angkat Tauke Muda yang ternyata telah menjadi Tauke Besar, hanya saja bapaknya
masih memanggilnya dengan sebutan Tauke Muda. Kemudian ada Basyir, orang
pertama yang ditemui Bujang saat berada di kota sekaligus teman pertama Bujang.
Remaja berusia enam belas tahun, memiliki tubuh tinggi besar, kulit gelap,
perawakan khas Arab dan tinggal di rumah Tauke Besar sejak kecil. Basyir sangat
senang berbicara, dia paling senang menceritakan sejarah leluhurnya tentang
suku Bedouin. Di kota, Tauke Besar berusaha membuat Bujang dapat menyusul
ketertinggalan di sekolah sebab di kampungnya dia tidak pernah mencicipi bangku
sekolah. Bersama Frans, seorang mantan diplomat yang kini telah menjadi guru di
sekolah internasional ibu kota, Bujang memulai sekolahnya. Mulai dari belajar
pelajaran pengetahuan umum, logika, matematika dan potensi akademik lainnya. Awalnya
Bujang bersabar menunggu jatahnya untuk menjadi tukang pukul, mungkin belajar
bersama Frans adalah salah satu proses sebelum menjadi tukang pukul, namun
lambat laun Bujang merasa heran dan bosan, Bujang ingin seperti Basyir yang
dapat ikut para tukang pukul kesana kemari menghabisi beberapa orang yang memprovokasi
di luar sana. Namun Tauke Besar tidak
mengizinkan. Sayangnya bukan Bujang jika dia tidak menentang, persis seperti
Samad bapaknya Bujang terus menuntut tidak ingin sekolah dengan Frans. Akhirnya
Tauke Besar mengalah, dengan satu perjanjian kecil Bujang akhirnya diizinkan.
Melakukan suatu ritual yang biasa di lakukan para tukang pukul. Setelah
melakukan ritual ternyata Bujang kalah, sesuai perjanjian jika Bujang kalah dia
akan sekolah dengan Frans. Dengan berat hati Bujang pun mengikuti sekolah
dengan Frans.
Kopong,
salah satu petinggi tukang pukul meminta izin Tauke Besar untuk melatih Bujang,
Tauke pun mengizinkan agar Bujang semakin bersemangat belajar akademiknya.
Dengan dua guru kiriman Kopong , satu bernama Guru Bushi dan satunya Solanga.
Bujang mulai melatih keahliannya. Dua puluh tahun kemudian, Bujang telah tumbuh
menjadi pemuda yang gagah, menjadi jagal dunia hitam, seorang jagal nomor satu.
Jenius, kuat, dan tidak mengenal rasa takut. Bujang berhasil menyusul
ketertinggalannya dan menyelesaikan sekolah terakhirnya di luar negeri sebagai
salah satu lulusan terbaik. Bujang tumbuh menjadi pemuda yang hebat, cerdik dan
penuh ide-ide cemerlang. Berpindah dari satu kota ke kota lainnya, dari satu negara
ke negara lainnya. Bertemu orang-orang petinggi sampai calon presiden.
Bujang telah hebat, dia diberi julukan si babi hutan. Menjadi bagian dari
Keluarga Tong, salah satu keluarga penguasa shadow economy . Setelah
Keluarga Tong telah berkembang pesat, bau pengkhianat mulai tercium. Di sanalah
rasa takut Bujang mulai tergoyah. Bujang merasa lalai pada dirinya sendiri.
Bahwa pengkhianat itu ternyata berada di sekitar Bujang, menjadi bagian dari
keluarga besarnya.
Penulis Ringkasan: Resti Siti Balqis | restibalqis40@gmail.com | instagram: @resti.sb
Ringakasan_Revisi
Ringakasan_Revisi